Sabtu, 23 April 2016

Fungsi dan Peran Pengadilan Niaga Dalam Masalah Kepailitan



A.    Kepailitan dan Pengadilan Niaga

Gejolak moneter pada pertengahan tahun 1997 menimbulkan kesulitan besar bagi perekonomian nasional, terlebih lagi muncul kondisi sebagian pelaku usaha/debitor tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para lembaga pembiayaan/kreditor. Hal ini merupakan akibat ekspansi usaha yang mereka lakukan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan pada 24 Juli 1998. Undang Undang Kepailitan merupakan penyempurnaan dari Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad tahun 1906 No. 384. Undang Undang Kepailitan diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan secara cepat sebagai landasan penyelesaian utang-piutang.
Salah satu soal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Dalam hal ini seseorang yang merasa sudah tidak mampu lagi membayar hutang yang telah ia pinjam dan untuk menyelesaikannya adalah dengan mengajukannya pengadilan niaga yang nantinya akan menyatakan seseorang itu pailit jika tak mampu lagi membayar dan akan mencari jalan keluar dari masalah kepailitan tersebut. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus 1998, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, dan lain sebagainya. Di sinilah kadang terjadi persimpangan dengan kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal pemeriksaan perkara, teruama perkara-perkara yang bersifat perdata. Melalui UUK, kewenangan mutlak (kompetensi absolut) Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit dialihkan ke Pengadilan Niaga.

Dasar pertimbangan dibentuknya Pengadilan Niaga adalah karena pengaruh gejolak moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia sendiri sejak bulan Juli 1997 yang mengakibatkan masyarakat banyak yang kesulitan dalam hal ekonomi, termasuk mengenai penyelesaian masalah utang yang hams dilakukan secara cepat dan efektif Selain itu, hal yang menjadi alasan mengapa Pengadilan Niaga perlu dibentuk adalah keadaan ekonomi Indonesia saat itu yang diperkirakan mengalami lonjakan besar yang memunculkan banyaknya kasus kepailitan. Pengadilan niaga ini mewujudkan aturan main yang menjaga kepentingan pihak-pihak yang berpiutang dan yang memiliki utang secara seimbang dan adil, adanya mekanisme penyelesaian yang cepat dan transparan serta implementasi yang efektif. Dalam dunia usaha sangat mengharap Pengadilan Niaga mampu menyelesaikan perkara yang masuk secara cepat, transparan, dan adil.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab Ketiga mengenai Pengadilan Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan Niaga merupakan diferensiasi atas peradilan umum yang dimungkinkan pembentukanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kekuasaan kehakiman. 
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang merupakan pembaharuan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tidak mengatur Pengadilan Niaga pada bab tersendiri, akan tetapi masuk pada Bab V tentang Ketentuan Lain-lain mulai dari Pasal 299 sampai dengan Pasal 303. Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap pasal cukup dengan menyebutkan kata “Pengadilan” tanpa ada kata “Niaga” karena merujuk pada Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam Lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Niaga Mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Niaga ini pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 diatur dalam Pasal 280, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 diatur pada Pasal 300. Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang berada di bawah lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1)             Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit;
2)             Memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
3)             Memeriksa perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya ditetapkan dengan undang-undang, misalnya sengketa di bidang HaKI.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur tentang kewenangan Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan perjanjian yang mengadung klausula arbitrase. Dalam Pasal 303 ditentukan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tentang syarat-syarat kepailitan. Ketentuan pasal tersebut dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka buat memuat klausula arbitrase. Jadi disini jelas bahwa fungsi dan peran pengadilan Niaga adalah adalah memutus persengketaan tentang masalah Kepailitan dan HaKI yang diajukan masyarakat kepada Pengadilan Niaga.



Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar